I. Etika Buang Air
Dan Ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kiblat dan bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah. Rasulullah Saw bersabda:
"Jika salah seorang dari kamu duduk untuk membuang hajatnya, janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat." (HR. Muslim)
sambil berdoa:
Bismillaahi innii a'uudzu bika minal khubutsi wal khabaaitsi
Dengan nama Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari godaan syetan laki-laki dan perempuan).” (HR. Bukhari)
Ghufraanaka (Ya Allah, ampunilah aku).” (HR. Abu Dawud dan Tirmizi)
Rasulullah Saw bersabda:
"Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, janganlah ia menyentuh kemaluannya dan beristinja' dengan tangan kanan. Dan jangan pula ia bernafas dalam gelas (saat minum)." (HR.Bukhari)
Berdasarkan hadits di atas dan sabda lainnya diantaranya:
"Jika salah seorang kamu membersihkan kotoran janganlah ia gunakan tangan kanannya." (HR.Bukhari)
Ini harus diperhatikan dan jangan dianggap remeh seperti ancaman Nabi Saw:
"Mayoritas siksa kubur itu akibat tidak membersihkan air kencing. “ (HR. Ibnu Majah)
Cara ini akan lebih aman dari pandangan orang dan dari percikan air seni yang dapat mengotori badan atau pakaian. Dan boleh membuang hajat sambil berdiri jika aman dari percikan air seni
"Ketika saya menyertai Rasulullah Saw dalam satu perjalanan, beliau terdesak buang hajat. Beliaupun menjauh dari tepi jalan." (HR Tirmidzi, ia berkata: Hadits ini hasan shahih)
"Apabila Rasulullah Saw hendak buang hajat, beliau tidak akan menyingkap pakaiannya hingga tiba di tempat buang air." (HR.Tirmidzi)
Keterangan
Toilet yang berada di Mall sulit menjauhkan dari pandangan orang. Usahakan agar bisa berada di dalam kamar tertutup dan jikapun sulit dan tidak kuat menahan, sedapat mungkin menutup kemaluan dari pandangan orang lain.
Dalilnya adalah riwayat 'Aisyah ra ia menceritakan bahwa Rasulullah Saw membersihkan kemaluannya sebanyak tiga kali. Dan hadist lainnya:
"Jika salah seorang dari kamu beristijmar ( membersihkan najis dengan cara mengusap) maka lakukanlah sebanyak tiga kali." (HR. Imam Ahmad dan dinyatakan hasan)
Dalilnya hadits Jabir ra:
“Rasulullah melarang buang air pada air yang tergenang (tidak mengalir)." (HR. Muslim)
Maksudnya ketika kencing di kolam yang tidak ada sirkulasi air dan mungkin saja air itu dipakai membersihkan sesuatu oleh orang lain.
Sebagai bentuk pengagungan kepada Allah agar namaNya tidak disebut di tempat-tempat kotor. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra ia mengisahkan seorang lelaki berjalan melewati Rasulullah Saw yang ketika itu tengah buang air kecil. Lelaki itu mengucapkan salam kepada beliau. Setelah selesai Rasulullah Saw berkata kepadanya:
"Jika engkau melihatku dalam keadaan demikian (sedang buang hajat) janganlah ucapkan salam kepadaku, sebab aku tidak akan menjawab salammu itu." (HR. Ibnu Majah)
Mayoritas ulama mengatakan makruh berbicara di dalam WC tanpa keperluan.
Karena dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Rasulullah saw. mengenakan cincin yg ada tulisannya Rasulullah namun ketika beliau masuk WC beliau melepaskannya
II. Membersihkan Diri Dengan Kertas Tissue
Di dalam fikih ada dua bentuk bersuci dari buang hajat, yaitu isitnja dan istijmar.
Menghilangkan atau membersihkan najis dengan air. Atau menguranginya dengan semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau batu. Atau menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).
Ialah menghilangkan sisa buang air menggunakan batu atau benda-benda lain yang sejesnisnya.
Keduanya boleh digunakan dan secara hukum sah untuk mensucikan bekas buang air berdasarkan Sabda Nabi Saw:
1. “Bila kamu pergi ke tempat buang air, maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan." (HR Ahmad, Nasai, Abu Daud, Ad-Daaruquthuni. Isnadnya shahih)
2. Dari Abdirrahman bin Yazid ra. berkata bahwa telah dikatakan kepada Salman, "Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu." Salman berkata, "Benar, beliau telah melarang kita untuk menghadap kiblat ketika berak atau kencing. Juga melarang istinja'' dengan tangan kanan dan istinja dengan batu yang jumlahnya kurang dari tiba buah. Dan beristinja'' dengan tahi atau tulang." (HR Muslim, Abu Daud dan Tirmizi)
Selain dengan batu, istijmar bisa menggunakan benda apa saja, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
Bila mengacu kepada kriteria diatas, maka kertas tissue termasuk yang bisa digunakan untuk membersihkan kotoran selepas kencing atau buang air besar. Namun hal ini dilakukan jika dalam keadaan terpaksa jika memang tidak tersedia air yang cukup. Ataupun ada namun sedikit yang hanya cukup untuk minum.
Sedangkan air sendiri adalah media yang paling tepat selain batu atau media lainnya sebagai alat pembersih selepas membuang hajat.
Wallahu A’lam Bishawwab
Daftar Pustaka
Fiqh Muqaranah/ Fikih Perbandingan
1. Fiqh Al-Islam Wa Adilaltuhu, Prof. Dr. Wahbah Zuhayly
2. Bidayatul Mujtahid, Ibn Rusyd
3. Nail Al-Authar, Asy-Syaukani
4. Subulus Salam Syarh Bulugh Al-Maram, San’ani
5. Fiqh As-Sunnah, Sayyid Sabiq
6. Fiqh Muyassar, Nakhbah min Al-Ulama
Fikih Imam Syafi’i
1. Al-Majmu Syarh Muhadzab, Imam Nawawi
2. At-Tadzhib Min Ghayah At-Taqrib, Dr. Mustapha Dieb Al-Bigha
3. Tuhfatul Minhaj Syarh Minhaj, Ibnu Hajar Al-Haitsami
Fikih Imam Ahmad Bin Hanbal
1. Al-Mugni, Ibnu Qudamah
2. Taysiru ‘Alam Syarh ‘Umdah Al-Ahkan, Abdullah Ibn Salih Al Bassam
3. Mudzkarah Fiqh. Syeikh Al-Ustsaymin
4. Majmu Fatawa wa Rasail, Syeikh Al-Ustsaymin
Fikih Imam Abu Hanifah Hanafi
1. Al-Mabsuth, Syamsudin Al-Sarkhasi
2. Al-Binayah Fii Syarh Al-Hidayah, mahmud Ibn Ahmad Al-‘Aini
Fikih Imam Malik
1. Ad-Dzakirah, Imam Qarafi
2. Mausu’ah Syarh Muwatha, Ibn Abdil Barr, Ibn ‘Arabi
Fikih Bahasa Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar