Jumat, 08 Januari 2010

Etika Buang Air

I. Etika Buang Air


  • Tidak menghadap kiblat saat buang air besar atau kecil
    Dan Ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kiblat dan bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah. Rasulullah Saw bersabda:
    "Jika salah seorang dari kamu duduk untuk membuang hajatnya, janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat." (HR. Muslim)


  • Masuk mendahulukan kaki kiri
    sambil berdoa:
    Bismillaahi innii a'uudzu bika minal khubutsi wal khabaaitsi
    Dengan nama Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari godaan syetan laki-laki dan perempuan).” (HR. Bukhari)


  • Keluar dengan kaki kanan sambil membaca:
    Ghufraanaka (Ya Allah, ampunilah aku).” (HR. Abu Dawud dan Tirmizi)


  • Tidak menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat buang air kecil
    Rasulullah Saw bersabda:
    "Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, janganlah ia menyentuh kemaluannya dan beristinja' dengan tangan kanan. Dan jangan pula ia bernafas dalam gelas (saat minum)." (HR.Bukhari)


  • Membersihkan kotoran dengan tangan kiri dan bukan dengan tangan kanan
    Berdasarkan hadits di atas dan sabda lainnya diantaranya:
    "Jika salah seorang kamu membersihkan kotoran janganlah ia gunakan tangan kanannya." (HR.Bukhari)


  • Bersihkan najis dengan seksama selesai buang hajat
    Ini harus diperhatikan dan jangan dianggap remeh seperti ancaman Nabi Saw:
    "Mayoritas siksa kubur itu akibat tidak membersihkan air kencing. “ (HR. Ibnu Majah)


  • Berusaha duduk serendah mungkin saat membuang hajat
    Cara ini akan lebih aman dari pandangan orang dan dari percikan air seni yang dapat mengotori badan atau pakaian. Dan boleh membuang hajat sambil berdiri jika aman dari percikan air seni


  • Mencari tempat sepi jauh di keramaian dan pandangan orang lain
    "Ketika saya menyertai Rasulullah Saw dalam satu perjalanan, beliau terdesak buang hajat. Beliaupun menjauh dari tepi jalan." (HR Tirmidzi, ia berkata: Hadits ini hasan shahih)


  • Tidak membuka aurat kecuali setelah di dalam toilet /WC
    "Apabila Rasulullah Saw hendak buang hajat, beliau tidak akan menyingkap pakaiannya hingga tiba di tempat buang air." (HR.Tirmidzi)


  • Keterangan
    Toilet yang berada di Mall sulit menjauhkan dari pandangan orang. Usahakan agar bisa berada di dalam kamar tertutup dan jikapun sulit dan tidak kuat menahan, sedapat mungkin menutup kemaluan dari pandangan orang lain.

  • Mencuci kemaluan atau dubur sekurangnya tiga kali atau ganjil sampai bersih sesuai kebutuhan.
    Dalilnya adalah riwayat 'Aisyah ra ia menceritakan bahwa Rasulullah Saw membersihkan kemaluannya sebanyak tiga kali. Dan hadist lainnya:
    "Jika salah seorang dari kamu beristijmar ( membersihkan najis dengan cara mengusap) maka lakukanlah sebanyak tiga kali." (HR. Imam Ahmad dan dinyatakan hasan)


  • Terlarang buang air di air tergenang (tidak mengalir).
    Dalilnya hadits Jabir ra:
    “Rasulullah melarang buang air pada air yang tergenang (tidak mengalir)." (HR. Muslim)
    Maksudnya ketika kencing di kolam yang tidak ada sirkulasi air dan mungkin saja air itu dipakai membersihkan sesuatu oleh orang lain.


  • Tidak berbicara atau mengucapkan salam kepada orang yang sedang buang hajat dan dilarang menjawab salam sementara ia berada di tempat buang hajat.
    Sebagai bentuk pengagungan kepada Allah agar namaNya tidak disebut di tempat-tempat kotor. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra ia mengisahkan seorang lelaki berjalan melewati Rasulullah Saw yang ketika itu tengah buang air kecil. Lelaki itu mengucapkan salam kepada beliau. Setelah selesai Rasulullah Saw berkata kepadanya:
    "Jika engkau melihatku dalam keadaan demikian (sedang buang hajat) janganlah ucapkan salam kepadaku, sebab aku tidak akan menjawab salammu itu." (HR. Ibnu Majah)


  • Mayoritas ulama mengatakan makruh berbicara di dalam WC tanpa keperluan.

  • Tidak membawa apa saja yg di dalamnya terdapat lafaz Allah
    Karena dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Rasulullah saw. mengenakan cincin yg ada tulisannya Rasulullah namun ketika beliau masuk WC beliau melepaskannya



  • II. Membersihkan Diri Dengan Kertas Tissue
    Di dalam fikih ada dua bentuk bersuci dari buang hajat, yaitu isitnja dan istijmar.
  • Istinja
    Menghilangkan atau membersihkan najis dengan air. Atau menguranginya dengan semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau batu. Atau menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).


  • Istijmar
    Ialah menghilangkan sisa buang air menggunakan batu atau benda-benda lain yang sejesnisnya.


  • Keduanya boleh digunakan dan secara hukum sah untuk mensucikan bekas buang air berdasarkan Sabda Nabi Saw:
    1. “Bila kamu pergi ke tempat buang air, maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan." (HR Ahmad, Nasai, Abu Daud, Ad-Daaruquthuni. Isnadnya shahih)

    2. Dari Abdirrahman bin Yazid ra. berkata bahwa telah dikatakan kepada Salman, "Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu." Salman berkata, "Benar, beliau telah melarang kita untuk menghadap kiblat ketika berak atau kencing. Juga melarang istinja'' dengan tangan kanan dan istinja dengan batu yang jumlahnya kurang dari tiba buah. Dan beristinja'' dengan tahi atau tulang." (HR Muslim, Abu Daud dan Tirmizi)
    Selain dengan batu, istijmar bisa menggunakan benda apa saja, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis.


  • Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis.


  • Bukan memiliki nilai jual seperti emas, perak atau permata. Bukan pula kain sutera atau bahan pakaian tertentu, karena dianggap pemborosan.


  • Bukan benda yang bisa mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir


  • Benda yang dapat melukaiseperti potongan kaca beling, kawat, logam yang tajam, paku


  • Mayoritas pandangan ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda cair. Namun ulama Al-Hanafiyah membolehkan dengan benda cair lainnya selain air seperti air mawar atau cuka


  • Harus benda yang suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan tahi/ kotoran binatang tidak diperkenankan. Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti


  • Bila mengacu kepada kriteria diatas, maka kertas tissue termasuk yang bisa digunakan untuk membersihkan kotoran selepas kencing atau buang air besar. Namun hal ini dilakukan jika dalam keadaan terpaksa jika memang tidak tersedia air yang cukup. Ataupun ada namun sedikit yang hanya cukup untuk minum.
    Sedangkan air sendiri adalah media yang paling tepat selain batu atau media lainnya sebagai alat pembersih selepas membuang hajat.

    Wallahu A’lam Bishawwab

    Daftar Pustaka
    Fiqh Muqaranah/ Fikih Perbandingan
    1. Fiqh Al-Islam Wa Adilaltuhu, Prof. Dr. Wahbah Zuhayly
    2. Bidayatul Mujtahid, Ibn Rusyd
    3. Nail Al-Authar, Asy-Syaukani
    4. Subulus Salam Syarh Bulugh Al-Maram, San’ani
    5. Fiqh As-Sunnah, Sayyid Sabiq
    6. Fiqh Muyassar, Nakhbah min Al-Ulama

    Fikih Imam Syafi’i
    1. Al-Majmu Syarh Muhadzab, Imam Nawawi
    2. At-Tadzhib Min Ghayah At-Taqrib, Dr. Mustapha Dieb Al-Bigha
    3. Tuhfatul Minhaj Syarh Minhaj, Ibnu Hajar Al-Haitsami

    Fikih Imam Ahmad Bin Hanbal
    1. Al-Mugni, Ibnu Qudamah
    2. Taysiru ‘Alam Syarh ‘Umdah Al-Ahkan, Abdullah Ibn Salih Al Bassam
    3. Mudzkarah Fiqh. Syeikh Al-Ustsaymin
    4. Majmu Fatawa wa Rasail, Syeikh Al-Ustsaymin

    Fikih Imam Abu Hanifah Hanafi
    1. Al-Mabsuth, Syamsudin Al-Sarkhasi
    2. Al-Binayah Fii Syarh Al-Hidayah, mahmud Ibn Ahmad Al-‘Aini

    Fikih Imam Malik
    1. Ad-Dzakirah, Imam Qarafi
    2. Mausu’ah Syarh Muwatha, Ibn Abdil Barr, Ibn ‘Arabi
    Fikih Bahasa Indonesia

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar