Jumat, 08 Januari 2010

Zat-Zat Najis (Bagian I & II)

Pendahuluan
Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan atau mencuci bagian yang terkena oleh najis itu. Allah Swt berfirman:
"Dan bersihkanlah pakaianmu" (QS. Al-Muddatsir : 4)
Di ayat lainnya Allah Swt menyatakan:

"Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri" (QS. Al-Baqarah : 222)
Rasulullah Saw pernah bersabda :
"Kesucian itu sebagian dari iman" (HR. Muslim)

Kaidah Umum:
Pada dasarnya semua zat atau benda itu mubah atau suci kecuali ada dalil atau keterangan yang dinyatakan najis oleh syariat. Dengan demikian zat najis itu sedikit sekali dibanding yang tidak suci.

1. Kotoran manusia dan air kencingnya
Adapun najisnya kotoran manusia, berdasarkan sabda Rasulullah Saw :
“Jika salah seorang di antara kalian menginjak najis dengan sandalnya, maka tanah adalah pensucinya.” ( HR. Abu Daud. Hadist Sahih)
Sedangkan keterangan yang menunjukan air kencing manusia itu najis dari riwayat Anas ra, bahwa seorang Arab badui kencing di masjid, lalu para sahabat berdiri (marah) kepadanya, kemudian Rasulullah saw bersabda :
“Biarkan ia, jangan kalian menghentikannya!” (Anas ra berkata, “Setelah selesai beliau memerintahkan mengambil an satu ember air, lalu disiramkan di atasnya. “(HR. Bukhari Muslim)
Dalil lainnya yang menunjukkan najisnya kedua benda ini adalah hadits-hadits yang memerintahkan untuk bersuci, mandi dan berwudhu.

2. Madzi
Madzi adalah air encer dan lengket yang keluar, ketika adanya dorongan syahwat, seperti bercumbu, rangsangan sesksual. Keluarnya tidak memancar dan tidak diakhiri dengan rasa lemas, bahkan terkadang seseorang tidak merasakan keluarnya. Air ini terjadi pada kaum pria dan wanita, akan tetapi lebih sering pada kaum wanita. Madzi ini najis berdasarkan kesepakatan kaum ulama. Karena itulah Nabi Saw memerintahkan agar mencuci kemaluannya.
Rasulullah Saw berkata kepada seseorang yang bertanya tentang air madzi, beliau bersabda : “Ia harus mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Bukhari Muslim)

3. Wadzi
Wadzi adalah air yang berwarna putih, kental, biasanya keluar setelah kencing. Wadzi ini najis menurut ijma.
" Mani, wadi, dan madzi. Adapun mani maka mewajibkannya mandi, sedangkan (tentang) Wadzi dan Madzi, beliau ( Rasulullah ) berkata:
“Cucilah dzakarmu kemudian berwudhulah sebagaimana wudhumu ketika hendak sholat." (HR. Baihaqi dan disahihkan Albani dalam kitab sahih sunan abu dawud)

4. Bangkai
Yaitu binatang yang mati dengan sendirinya ( tidak disembelih menurut aturan syariat) baik binatang yang biasa dimakan ataupun tidak. Termasuk pula potongan tubuh hewan seperti ekor hwean yang dipotong atau terpotong dengan sendirinya ketika hewan itu masih hidup.
Allah Swt berfirman:
"Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai." (Al-Maidah : 3)
Rasulullah Saw bersabda:
"Bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup adalah bangkai." (HR. Abu Dawud dan At-Tarmidzi dari riwayat Abu Waqid Al-Laitsi )

Dikecualikan Dari Bangkai ini adalah:



  • Bangkai ikan seperti sabda Nabi Saw





  • قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ J فِي اَلْبَحْرِ: هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ

    Beliau Saw, ketika ditanya tentang laut, “(Air) laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR Bukhari Muslim)


  • Belalang





  • أحل لنا ميتتان ودمان ، أما الميتتان فالحوت والجراد

    “Dihalalkan untuk kita dua jenis bangkai, ikan laut dan belalang, dan dua jenis darah: hati dan limpa.” (HR. Ahmad, asy- Syafi’i,Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)


    Keterangan
    Meskipun hadist ini dikategorikan dhaif (lemah), karena dianggap ucapan Ibnu Umar peribadi (mauquf; tidak bersambung). Namun dianggap marfu (bersambung sanadnya pada Nabi Saw) dengan pengunaan kalimat: “Dihalalkan untuk kita.” Dan kalimat ini dimaksudkan sabda Nabi Saw dan bukan ucapan Ibnu Umar.


  • Bangkai yang tidak memiliki darah yang mengalir




  • Seperti semut, nyamuk, lebah dan lainnya. Bangkai hewan-hewan jenis ini suci. (tidak banyak: ukurannya ketika diletakan dalam satu wadah darahnya tidak mengalir)


  • Hati dan Limpa (yang merupakan darah beku)




  • Hewan yang halal dimakan dan yang disembelih sesuai dengan syariat, sebagaiman yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, dimana ia menceritakan; Rasulullah pernah bersabda: "Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah segala jenis ikan yang hidup di air dan bangkai belalang. Sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa." (HR. Ahmad- Asy-Syafi'i, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Daruquthni)
    Hadits ini berstatus dhaif, akan tetapi Imam Ahmad menshahihkan dan menyetujuinya.


  • Tulang, tanduk, kuku, rambut dan bulu bangkai




  • Berdasarkan riwayat Bukhari yang mengatakan bahwa Az-Zuhri berkata tentang tulang bangkai, misalnya bangkai gajah dan semisalnya, "Aku mendapati sejumlah ulama' salaf memakai sisir yang terbuat dari tulang bangkai dan memakai minyak rambut yang tersimpan padanya, dan mereka menganggap tidak apa-apa."
    Keterangan
    Mahzab Imam Syafi’i menyebutkan bahwa tulang, tanduk, kuku, rambut bangkai termasuk najis.

    5. Babi
    Semua tubuh Babi najis meskipun disembelih menurut syariat Islam.
    Allah Swt berfirman:
    "Diharamkan bagi kalian (makanan) bangkai, darah dan daging babi"
    (Al-Maidah : 3)


    6. Darah & Nanah
    Semua jenis darah termasuk nanah adalah najis. Dikecualikan:


  • Sisa darah dalam daging, urat-urat dan tulang hewan yang telah disembelih, atau darah ikan. Atapun darah yang tampak ketika memasak daging, maka hal itu tidak mengapa (ma’fu anhu).
    Aisyah ra berkata: "Kami pernah makan daging, sedang padanya masih terdapat darah yang menempel pada kuali."


  • Darah atau nanah sedikit yang berasal dari bisul atau luka sendiri (bukan luka orang lain).
    Dalilnya seperti dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:
    "Bahwa orang-orang muslim pada permulaan datangnya Islam, mereka mengerjakan shalat dalam keadaan luka. Seperti Umar bin Khaththab yang mengerjakan shalat, sedang darah lukanya mengalir."


  • Darah nyamuk, kutu kepala atau binatang kecil lainnya yang darahnya tidak mengalir.



  • 7. Muntah Manusia
    Muntah manusian najis baik orang dewasa atau anak ila hanya sedikit maka hal itu dimaafkan (tidak najis).

    Keterangan
    Dalam Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq maupun dalam Al-Majmu karya Imam Nawawi, atau kitab fikih lainnya menyebutkan bahwa muntah itu najis dan menjadi kesepakatan para ulama (Ittifaq Ulama). Namun tidak disebutkan dalil yang menunjukan dalil najisnya muntah. Sehingga sebagisn ahli fikih kontemporer semisal Syeikh Albany, Syaikh Kamil Uwaidah bahwa muntah itu suci karena tidak ada dalil yang menunjukan najis.

    8. Khamar (Minuman keras)
    Menurut Jumhur Ulama (mayoritas pandangan ulama), khamar itu najis. Pendapat ini berdasarkan ayat:
    "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah, kesemuanya itu adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan."(QS. Al-Maidah : 90)

    9. Anjing
    Anjing adalah hewan yang dianggap najis menurut pandangan asy-Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal. Sesuatu atau benda yang terjilat olehnya harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya adalah dengan menggunakan (dicampur) tanah. Berdasarkan sebuah hadist:
    “Apabila ada anjing menjilati bejana (tempat makan minum) salah seorang diantara kalian, maka hendaknya membuang isinya dan mencuci bejana itu sebanyak tujuh kali yang pertama dengan (campuran) tanah. “(HR. Muslim)


    Cara Menyucikan Yang Terkena Najis

    Mensucikan najis dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
    1. Dengan Air
    Cara melakukannya cukup dengan membasuh/menyiram tempat yang terkena najis sebanyak 1 (satu) kali bila telah hilang najisnya. Apabila masih ada, maka harus dicuci hingga bersih. Apabila masih ada juga bekasnya, maka dimaafkan.
    2. Dengan menggaruk/menggosokkannya
    Seperti najis yang mengenai sepatu/sandal, maka cukup hanya dengan menggosokkannya ke tanah sehingga hilang najisnya.
    3. Dengan Mengusapnya
    Seperti pedang/pisau bisa menjadi suci dari najis dengan cara diusap. Seperti halnya para sahabat Nabi saw ketika masa perang, mereka mengusap pedang-pedangnya dari darah kemudian shalat sedangkan pedang tersebut mereka bawa dalam shalatnya.
    4. Dengan Cara Disamak
    Kulit binatang yang telah disama’ (dibersihkan dagingnya lalu dikeringkan) sehingga menjadi suci.
    5. Dikeluarkan najisnya dan apa-apa yang ada disekeliling tempat yang terkena najis
    Apabila ada najis yang mengenai madu/lemak yang padat, maka dibuang apa yang ada disekitarnya, namun apabila najis itu mengenai sesuatu yang cair/tidak padat, maka ia menjadi najis seluruhnya, menurut pendapat Jumhur.


    Daftar Pustaka
    Fiqh Muqaranah/ Fikih Perbandingan
    1. Fiqh Al-Islam Wa Adialtuhu, Prof. Dr. Wahbah Zuhayly
    2. Bidayatul Mujtahid, Ibn Rusyd
    3. Nail Al-Authar, Asy-Syaukani
    4. Subulus Salam Syarh Bulugh Al-Maram, San’ani
    5. Fiqh As-Sunnah, Sayyid Sabiq

    Fikih Imam Syafi’i
    1. Al-Majmu Syarh Muhadzab, Imam Nawawi
    2. At-Tadzhib Min Ghayah At-Taqrib, Dr. Mustapha Dieb Al-Bigha
    3. Tuhfatul Minhaj Syarh Minhaj, Ibnu Hajar Al-Haitsami

    Fikih Imam Ahmad Bin Hanbal
    1. Al-Mugni, Ibnu Qudamah
    2. Taysiru ‘Alam Syarh ‘Umdah Al-Ahkan, Abdullah Ibn Salih Al Bassam
    3. Mudzkarah Fiqh. Syeikh Al-Ustsaymin

    Fikih Imam Abu Hanifah Hanafi
    1. Al-Mabsuth, Syamsudin Al-Sarkhasi
    2. Al-Binayah Fii Syarh AL-Hidayah, mahmud Ibn Ahmad Al-‘Aini

    Fikih Imam Malik
    1. Ad-Dzakirah, Imam Qarafi
    2. Mausu’ah Syarh Muwatha, Ibn Abdil Barr, Ibn ‘Arabi

    Fikih Bahasa Indonesia
    Fiqih Praktis, Muhammad Bagir al-Habsyi

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar