Jumat, 08 Januari 2010

Tayamum

Definisi Tayamum
Menurut asal kata, tayammum berarti al-qashdu yaitu bermaksud. Sedangkan menurut istilah Syar’i, berarti Penggunaan tanah untuk bersuci dari hadats kecil ataupun besar. Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.
Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus.

II. Dalil Tayamum


  • Dalil Al-Quran
    “ Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa : 43)


  • Dalil Sunnah

    “…Dan dijadikan tanah bagi kita sebagai media pensuci, jika tidak terdapat air.” ( HR. Muslim)

    II. Hal-hal Yang Membolehkan Tayammum

    1. Tidak Ada Air
    Ketidak adaan air untuk berwudhu atau mandi, seseorang bisa melakukan tayammum dengan tanah. Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya termasuk membelinya.
    Sebagaimana yang telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan lainnya. Termasuk dalam kategori mencari ini adalah air mineral dan dengan demikian tayammum disini memang jarang bisa dilakukan di kota-kota besar.
    Bila sudah diusahakan dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu namun tetap tidak berhasil, barulah dibolehkan bertayammum.
    Dalil yang membolehkannya yaitu:

    Dari Imran bin Hushain ra berkata bahwa kami pernah bersama Rasulullah Saw dalam sebuah perjalanan. Belaiu lalu shalat bersama orang-orang. Tiba-tiba ada seorang yang memencilkan diri (tidak ikut shalat). Beliau bertanya,"Apa yang menghalangimu shalat ?". Orang itu menjawab,"Aku terkena janabah". Beliau menjawab,"Gunakanlah tanah untuk tayammum dan itu sudah cukup". (HR. Bukhari Muslim)

    Bahkan ada sebuah hadits yang menyatakan selama tidak mendapatkan air, selama itu pula dia boleh bertayammum, meskipun dalam jangka waktu yang lama:.

    Dari Abu Dzar bahwa Rasulullah Saw bersabda,"Tanah itu mensucikan bagi orang yang tidak mendapatkan air meski selama 10 tahun". (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa`i, Ahmad).


    2. Karena Sakit
    Baik sakit dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya, karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya disebabkan air. Baik atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter atau ahli dalam masalah penyakit itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk bertayammum.
    Dalilnya adalah hadits Rasulullah Saw berikut ini :

    Dari Jabir ra berkata,"Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya,"Apakah kalian membolehkan aku bertayammum ?". Teman-temannya menjawab,"Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air". Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau,"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu ? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayammum.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majag, Daruquthuni dan disahihkan oleh Ibnu Sakan).

    3. Suhu Yang Sangat Dingin
    Dalam kondisi suhu dingin, maka berwudhu ini terkadang mendatangkan mudharat . Memang air bisa menjadi panas jika dihangatkan dengan alat pemanas. Namun tidak semuanya memiliki alatnya. Dalam keadaan ini tayammum diperbolehkan. Tentu saja dingin disini bukan dingin seperti seseorang yang di daerah panas misalnya dari Jakarta kemudian pergi ke daerah puncak yang berhawa sejuk bahkan dingin di pagi hari. Hal ini belum diperbolehkan tayamum, karena rasa dingin hanya dirasakan pribadi dan bukan menurut semua orang.
    Dalilnya adalah taqrir Rasulullah Saw saat peristiwa beliau melihat suatu hal dan mendiamkan, tidak menyalahkannya.

    Dari Amru bin Ash ra bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzatus Salasil berakta,"Aku mimpi basah pada malam yang sangat dingin. Aku yakin sekali bila mandi pastilah celaka. Maka aku bertayammum dan shalat shubuh mengimami teman-temanku. Ketika kami tiba kepada Rasulullah Saw, mereka menanyakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bertanya,"Wahai Amr, Apakah kamu mengimami shalat dalam keadaan junub ?". Aku menjawab,"Aku ingat firman Allah [Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepadamu], maka aku tayammum dan shalat". (Mendengar itu) Rasulullah Saw tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Ahmad, Al-hakim, Ibnu Hibban dan Daruquthuni).

    4. Karena Sulit Mendapatkannya
    Kondisi ini bukan tidak ada air tapi tidak bisa terjangkau atau ada hal lain yang lebih besar bahaya nya. Misalnya takut bila mencari air, takut barang-barangnya hilang, atau kehilangan nyawa seperti air di dalam jurang yang dalam yang harus diambil dengan menurunin tebing terjal. Ataupun bila ada musuh ataupu hewan buas yang menghalangi antara dirinya dengan air. Ataupun ada sumur namun tidak ada lat timbanya atau seorang tawanan yang tidak diberi air untuk wudhu.

    5. Karena Air Tidak Cukup
    Kondisi ini tidak berarti ada air, namun ada air tapi hanya cukup untuk diminun atau untuk keperluan lainnya. Seperti misalnya dalam pesawat, kereta api atau kapal laut, Bahkan para ulama mengatakan meski untuk memberi minum seekor binatang yang kehausan, maka harus didahulukan memberi minumnya dan tidak perlu wudhu dan cukup bertayamum saja. Bahkan ketika melihat seekor anjing sekalipun yang sedang kehausan boleh bertayamum sedang air yang ada diberikan kepada anjing itu.

    6. Karena Takut Habis Waktu
    Ketika waktu shalat habis, meskipun air ada tersedia, namun jika berwudhu ditakutkan waktu shalat habis, maka boleh bertayamun.

    III. Tanah Untuk Tayammum
    Tanah yang digunakan untuk tayamum adalah tanah atau debu yang suci dari najis. Tanah disini berarti yang sejenis dengannya seperti batu, pasir, debu atau kerikil. Sebab di dalam Al-Quran disebutkan dengan istilah sha`idan thayyiba yang artinya disepakati ulama sebagai apapun yang menjadi permukaan bumi, baik tanah atau sejenisnya. Termasuk tayamum disini adalah menepukan tangannya ke dinding, atau apapun yang suci dan terdapat unsure debu yang menempel:

    “Bahwa Nabi Saw menepukan kedua telapak tangan beliau ke dinding..” (HR Abu Daud)

    IV. Cara Bertayammum
    Cara tayammum amat sederhana. Cukup dengan niat, lalu menepukkan kedua tapak tangan ke tanah yang suci dari najis. Lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan sampai batas pergelangan. Selesailah rangkaian tayammum. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw ketika Ammar bertanya tentang itu.

    Dari Ammar ra berkata,"Aku mendapat janabah dan tidak menemukan air. Maka aku bergulingan di tanah dan shalat. Aku ceritakan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau bersabda,"Cukup bagimu seperti ini : lalu beliau menepuk tanah dengan kedua tapak tangannya lalu meniupnya lalu diusapkan ke wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

    Dalam hadist lain disebutkan :

    Cukup bagimu untuk menepuk tanah lalu kamu tiup dan usapkan keduanya ke wajah dan kedua tapak tanganmu hingga pergelangan. (HR. Daruquthuni)

    V. Yang Membatalkan Tayammum
    1. Segala yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti wudhu`.
    2. Bila ditemukan air, maka tayammum dengan otomatis menjadi gugur.
    3. Bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka gugur tayammum.
    Bila seseorang bertayammum lalu shalat dan telah selesai dari shalatnya, tiba-tiba dia mendapatkan air dan waktu shalat masih ada. Apa yang harus dilakukannya ? Para ulama mengatakan bahwa tayammum dan shalatnya itu sah dan tidak perlu mengulangi shalat. Sebab tayammum pada saat itu memang benar, karena tidak ada air. Bila shalat nya diulangi lagi ketika menemukan air hal ini dibenarkan juga karena tidak larangan untuk melakukannya lagi. Kasus itu pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw.

    Dari Atha' bin Yasar dari Abi Said al-Khudhri ra berkata bahwa ada dua orang bepergian dan mendapatkan waktu shalat tapi tidak mendapatkan air. Maka keduanya bertayammum dengan tanah yang suci dan shalat. Selesai shalat keduanya menemukan air. Maka seorang diantaranya berwudhu dan mengulangi shalat, sedangkan yang satunya tidak. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah Saw dan menceritakan masalah mereka. Maka Rasulullah SAW berkata kepada yang tidak mengulangi shalat,"Kamu sudah sesuai dengan sunnah dan shalatmu telah memberimu pahala". Dan kepada yang mengulangi shalat,"Untukmu dua pahala". (HR. Abu Daud dan an-Nasa`i)
  • Tidak ada komentar:

    Posting Komentar